“A” Home Team Lagi

Selalu ada yang baru tiap kali kami mengikuti acara guru kami. Tetap mak-jleb dengan cerita dan nasehat dari bu Septi dan pak Dodik. Walaupun kami sudah pernah mengikuti workshop “A” home team sebelumnya di Jogja, tapi pas hari sabtu tgl 20 Oktober kemarin, tetap banyak ilmu baru yang kami dapatkan.

Yang paling saya ingat adalah cerita dari bu Septi tentang keberanian beliau menghadang sekelompok bapak2 pejabat kepolisian yang sedang ber convoy menaiki motor harley dan memintanya berhenti, saat mba Ara sedang latihan berkuda. Hal itu beliau lakukan karena kuda akan terganggu bila mendengar suara yang berisik dan bisa menyebabkan latihan berkudanya gagal. Maka dengan sangat berani, bu Septi menghentikan convoy itu walaupun sudah diperingatkan oleh polisi pengawalnya, bahwa yang beliau hadang bukan orang biasa. Tapi tanpa memperdulikan itu semua, bu Septi tetap melakukannya sampai beliau memastikan latihan mba Ara selesai, baru beliau mempersilahkan convoy tersebut untuk jalan kembali. Bahkan ada seorang bapak bercanda kalau salah satu temannya yang ikut convoy itu belum pernah dimarahi siapapun apalagi seorang ibu2. Akhirnya beliau meminta bu Septi untuk berfoto dengannya.

Ditambah lagi cerita bu Septi tentang perjalanan beliau ke kantor FB di Amerika, bagaimana beliau bersungguh2 belajar bahasa Inggris dengan mendatangkan guru setiap harinya dengan cara berbicara bahasa Inggris 1 jam/hari. Memperjuangkan agar beliau boleh mengajak serta mba Ara untuk menemani, dan menjadi satu2nya peserta yang diperbolehkan mengajak anaknya ke forum tsb. Beliau lebih memilih untuk tidak berangkat jika mba Ara tidak diperbolehkan ikut serta. Tujuan beliau mengajak mba Ara ikut serta adalah agar meninggalkan jejak dan sebagai pembelajaran juga untuk mba Ara yang masih muda. Dengan tekat beliau yang luar biasa, semua urusan beliau dipermudah Allah, dari proses di imigrasi dll.

Cerita yang membuat saya terdiam dan semoga bisa menjadi penyemangat saya agar bisa melakukan apapun demi anak. Harus kuat dan berani. Sekali lagi, menjadi orang tua itu tidak sederhana. Bukan selesai hanya melahirkan, dan mencukupi kebutuhan hidupnya saja. Tapi menjadi panutan dan teman belajarnya itu tidaklah sederhana.

Semoga semangat bu Septi bisa segera menular kepada saya. Harus deket2 beliau terus nih, kalau bahasa papanya titan, “pokoknya tempel habis…..”.

Satu lagi pelajaran dari beliau, kita harus berhati2 jika mem posting sesuatu. Karena itu semua tidak akan hilang walaupun sudah kita hapus. Salah satu seleksi untuk bisa menjadi fellow FB adalah apa yang selama ini pernah bu Septi tulis di media sosial.

Pengalaman lain yang didapat kali ini adalah bertemu dengan keluarga2 ideologis, kami tidak ada hubungan darah, tapi sangat dekat bahkan seperti keluarga sendiri. Walaupun baru bertemu beberapa kali, apalagi seperti saya dan suami yang tergolong baru tergabung dalam keluarga besar PERAK ini, rasanya seperti sudah lama saling kenal. Bertemu dengan keluarga mba Ressy yang super jozz dari Prabumulih, budhe Noor dan pakdhe Lukman dari Tangerang, dll. Bahkan sempat maen ke tempat tun rumah Salatiga, mba Yuli dan mas Adin. Lebih senang lagi karena sang jagoan bisa enjoy bermain di KC dan bisa akrab dengan Zia Zio anak dari mba Yuli…. Paket komplit dech.

Tapi sayang besokannya tidak bisa ikut ngeriung di sanggar bersama emak dan bapak dan keluarga Perak yang lain, karena papa harus kerja, hikss……

Belajar Tanpa Harus Mengalami

Sangat bangga melihat sang jagoan yang dengan sabar setia ikut kami mondar mandir bolak balik dengan jarak 60 km lebih setiap harinya selama kurang lebih 2 minggu full. Melewati medan yang naik turun, belak belok serta macet di mana2. Kadang kami harus berangkat pagi2 demi memenuhi jadwal terapi, dan sang jagoan pun harus menyesuaikan itu semua. Ditambah lagi dia harus melihat orang yang disayanginya sedang sakit, dua orang pula. Kami bukannya pergi ke tempat wisata atau playground yang asik setiap harinya. Tapi ke rumah sakit.

Ya…. kami sedang diuji Allah melewati ini semua. Tidak hanya yang sakit yang sedang diuji, tapi juga menjadi pengalaman dan pembelajaran tersendiri bagi keluarga yang mendampingi. Apalagi untuk anak kecil seperti sang jagoan, anak berumur 7 tahun harus berkunjung ke tempat yang tidak asik buatnya. Bahkan beberapa orang tua, tempat tersebut sangat dihindari untuk anak kecil.

Sang jagoan rela menunggu sampai semua proses selesai setiap harinya. Tidak jelas berapa lama, kadang 1 jam, 2 jam bahkan sampai 3 jam lebih. Walaupun sekian amunisi sudah dipersiapkan di dalam tas bagongnya agar tetap asik menunggu, sesekali dibelikan barang2 kesukaannya hanya sekedar sebagai penghibur dan hadiah atas kesabarannya. Tapi tetap saja semua ini tidak mudah dia lalui. Rasa bosan dan capek tetap saja terlihat di wajahnya. Ada satu waktu dimana kami ngobrol tentang ini semua. Saya mengatakan padanya agar kita tetap kuat melewati ini semua tanpa mengeluh. Mama tahu ini tidak mudah buatmu. Tapi kita harus kuat nak. Kita masih beruntung hanya mengantar saja, tanpa merasakan sakit, tanpa mengeluarkan uang. Yang bisa kita lakukan hanya berdoa untuk kesehatan mereka dan belajar apa hikmah dari semua kejadian ini. Tidak hanya beliau, tapi juga kita. Kita cukup belajar dengan melihat tanpa harus mengalami.

Dari kejadian ini kami bisa mengambil pelajaran bahwa benar2 Allah memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan hambaNya. Dengan biaya yang tidak murah, maka diberikan cobaan kepada orang yang mampu menanggungnya.

Bahwa kesetiaan teruji saat pasangan kita sedang sakit, sudah berumur sehingga dinilai banyak permintaan dan susah diatur.

Bahwa rejeki memang datang dan pergi sekehendak Allah. Sangat mudah bagiNya untuk memberi dan mengambil dengan cepat. Tidak perlu hitungan hari, tapi jam, bahkan menit. Tengoklah orang yang tiba2 sakit dan harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, orang2 yang terkena musibah kebakaran, barang berharganya tiba2 hilang, apalagi kalau sudah membahas bencana alam. Kita benar2 bisa menyaksikan dengan jelas apa yang sudah kita tabung, kita kumpulkan dengan susah payah, hilang begitu saja. Dan kita tidak akan pernah tahu kapan itu semua menimpa kita.

Mengajarkan padanya mengenai pelajaran berbakti kepada orang tua. Bagaimana melayani, menemani dan berbuat semaksimal yang kita bisa. Seperti pesan guru kami tercinta Bu Septi Peni Wulandani “Anak mungkin bisa salah mengartikan apa yang kita ucapkan, tapi anak tidak akan salah meng-copy”. Jadi tidak perlu banyak omong, banyak nasehat. Cukup lakukan apa yang terbaik yang kita bisa. Maka mereka akan secara otomatis menirukannya.

Kami sudah cukup bangga saat sang jagoan mengupas wortel, apel dan belimbing untuk menyajikan jus segar agar kakung dan putrinya tetap sehat, membawakan barang2 saat diajak berbelanja, mau mengerti bahwa putrinya tidak boleh menggendongnya, padahal dia sangat suka. Alhamdulillah, kami sangat bersyukur dan bangga untuk semua kehebatannya.

Maka kami sedang belajar untuk bisa bermanfaat untuk orang lain. Pertanyaan sederhana dari sang jagoan beberapa hari yang lalu “Ma, lava ada manfaatnya nggak?”. Saya sempat terdiam, dan menjawab “Ya ada lah, kan bisa bikin tanah subuh, menghasilkan pasir dan batu yang bisa diambil dan dimanfaatkan manusia, dll”. Kalimat penutup dari saya adalah “Kalau lava saja bermanfaat, apalagi kita manusia yang dikasih akal pikiran sama Allah. Harusnya bisa bermanfaat untuk orang lain juga”. Kalimat yang ditujukan tidak hanya untuk sang jagoan, tapi juga untuk saya sendiri. Benar2 menjadi orang tua tidaklah sederhana, tidak hanya mengajari anak, tapi kita juga bisa ikut belajar bersamanya.

Bahagia itu Sederhana

Bahagia itu sederhana adalah kalimat sakti yang sering kami pakai yang saya dan suami pelajari dari sang jagoan. Benar2 kami sebagai orang tua yang konon katanya umurnya lebih tua dengan segudang pengalaman, banyak makan asam garam kehidupan, sering tertohok dan dipaksa belajar dari hal sederhana yang dilakukan sang jagoan yang umurnya baru 7 tahun lebih, 1/5 dari umur kami. Lebih tepatnya umur kami beda hampir 30 tahun. Benar2 sudah hidup di jaman yang berbeda.

Tapi kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil membuatnya berbuat apa adanya, tanpa tendensi apapun.

Seperti kali ini di saat papanya dapat orderan kayu dan kami harus mengantarnya sendiri ke ekspedisi setelah permintaan kami untuk dijemput tidak di respon. Akhirnya kami meminjam angkot tetangga untuk mengantarnya langsung, papa sendiri yang nyetir, saya duduk di sebelahnya. 16 karung kayu pas masuk ke dalam angkot. Selesai di packing semua, kami berangkat setelah sholat maghrib. Awalnya sang jagoan mau duduk di depan bersama kami. Tapi seperti yang sudah saya duga, pasti sang jagoan nggak betah berlama2 duduk diam, padahal di belakang sudah tersedia tempat main yang cucok buatnya. Mulailah dia melompat ke belakang, duduk di atas karung kayu, berpindah2 mencari posisi yang nyaman. Dari yang awalnya duduk manis, berganti dengan tiduran dengan berbagai posisi. Sesekali dia mendekat ke jendela yang terbuka sedikit, merasakan hembusan angin yang semilir. Sang jagoan sangat bahagia dan menikmati perjalanan, melompat ke sana ke sini, sambil melihat mobil2 yang ada di belakangnya, jauh dari rasa sedih. Bahkan dia tertawa2 girang.

Bagi sebagian orang, kondisi seperti ini sangat tidak nyaman. Naik angkot tanpa ac dengan muatan penuh di belakang, ditambah harus duduk di atas tumpukan kayu yang keras dan kotor. Tapi sang jagoan hanyalah anak kecil yang polos. Dia malah menganggap itu semua sebagai sebuah petualangan, menemukan tempat main dengan suasana yang berbeda dan tidak biasa. Lagi2 kami harus belajar banyak dari seorang anak kecil berumur 7 tahun. BAHAGIA ITU SEDERHANA, kalimat sederhana dan penuh makna.

Orang2 dewasa yang merasa banyak masalah, sedih, tidak tahu bagaimana caranya bahagia, harus banyak2 bermain bersama anak2, melihat dan belajar bagaimana cara mereka bisa tertawa bahagia dengn mudah. Belajar bahwa tidak perlu banyak syarat untuk bahagia.

Tidak perlu pergi jauh ke luar kota, keluar pulau apalagi ke luar negeri; karena di manapun mereka berada, mereka bisa bahagia.

Tidak perlu naik mobil mercy, bmw, volvo dan sederet mobil mewah nan empuk lain; tapi naik angkot dengan ac alam saja sudah cukup.

Tidak perlu mobil nyaman full ac, tapi naik motor REV* berboncengan ber 3 saja bisa bahagia. Cuaca panas terik tetap bisa tidur pulas. Hujan angin tetap asik karena bisa hujan2an dan anti haus karena dapat air minum gratis. Tinggal buka mulut, air langsung masuk.

Tidak perlu mainan mahal dengan harga ratusan ribu. Cukup tanah, pasir, air, ranting pohon juga bisa bahagia. Malah bisa menjadikan mereka kretif, membuat mainan dari apa saja yang ada di sekitarnya.

Tidak perlu ke playground atau tempat main yang mahal, hanya bermain di rumah, muter2 naek bis keliling kota, jalan2 ke pelabuhan sambil mengambil gambar truck bagong pakai camera hp saja sudah berbinar. Semua berbiaya sangat murah bahkan gratis.

Siapa bilang kita jauh lebih tahu dari anak2, siapa bilang hanya anak2 saja yang wajib belajar. Untuk kami, dengan mendampinginya, kami juga banyak belajar darinya. Lebih tepatnya kami banyak belajar bersama. Karena banyak hal yang baru saya tahu setelah membersamainya bermain dan belajar.

Terimakasih ya nak, kamu sudah mengajarkan mama banyak hal. Mama sangat bangga padamu. Mama sangat beruntung dipilih Allah untuk menjadi mamamu. Alhamdulillah ya Allah Engkau sudah memberikan anak yang sangat sempurna, sehat, pintar dan sholeh.

Belajar arti Pernikahan

Banyak yang saya, kami pelajari selama mudik kemarin. Merupakan tanda tanya besar di benak saya apakah pernikahan yang sudah berlangsung berpuluh2 tahun tidak cukup membuat pasangan saling mengerti dan memahami. Ataukah karena sudah bertahun2 itu menjadikan manisnya sebuah hubungan menjadi terkikis hampir hilang. Tidak terlihat lagi sorot cinta yang saling terpancar di mata mereka. Tidak ada rasa cemas yang muncul saat pasangan terkena sakit dan musibah, biasa saja. Yang ada hanyalah kebiasaan, kesukaan pasangan menjadi sebuah beban dan menjadikan pasangannya menjadi tidak nyaman bahkan terganggu. Menjadikan kebiasaan pasangan itu seperti hal buruk yang baru saja muncul tiba2.

Keinginan pasangan diterjemahkan sebagai semaunya sendiri, tidak mau diatur, semakin tua semakin tidak bertoleransi dengan pasangan. Mendengkur menjadi semakin keras dan mengganggu tidur padahal itu sudah terjadi sejak bertahun2 lalu, maaf… buang gas jadi lebih sering, kencang, sembarangan dan berbau, jorok malas mandi, keras kepala, tidak mau diatur, gampang ngambek, lambat tidak bisa cepat, suka molor tidak tepat waktu, tidak peduli dengan kesulitan pasangan, cuek, banyak mengeluh, tidak mau berterus terang dan suka menyembunyikan masalah dll. Mendadak kebiasaan2 itu menjadi masalah yang besar dan sangat sangat mengganggu.

Ingatkah mereka bahwa yang ada di depan mereka sekaligus yang mereka cela kebiasaannya adalah orang yang dengan sadar telah mereka pilih sendiri berpuluh2 tahun yang lalu tanpa paksaan. Bukankah mereka memutuskan menikah karena jatuh cinta dengan orang yang dinikahinya satu paket lengkap dengan sifat dan kebiasaannya. Kenapa tiba2 itu semua menjadi masalah disaat mereka sudah berusia senja. Dimana seharusnya tingkah lakunya menjadi contoh kami yang muda ini untuk menjalani pernikahan yang InsyaAllah akan berlangsung berpuluh2 tahun ke depan. Menyimak cerita tangis dan tawa mereka. Kalau mereka sebagai panutan kami saja tidak menunjukkan kokohnya pernikahan yang sudah melewati badai dan topan, pahit dan manis bersama, lalu bagaimana dengan kami.

Apakah semua ini terjadi karena mereka kurang ngobrol, ditambah mereka berdua dipertemukan sebentar kemudian menikah. Setelah menikah tidak pernah benar2 meluangkan waktu untuk saling mengenal, mengerti pasangan masing2 karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri2. Berangkat dan berpisah di pagi buta, pulang dan bertemu lagi saat sudah penat dan capek bekerja saat hari sudah gelap dan waktunya beristirahat mengumpulkan tenaga untuk berangkat di pagi2 buta lagi. Raga sudah di rumah, tapi pikiran masih terbawa pekerjaan di kantor. Belum lagi pasangannya yang sudah capek bekerja ditambah mengurus anak2 dan pekerjaan rumah yang tiada habisnya.

Jangankan meluangkan waktu untuk mendengar cerita pasangan, mencari waktu me time untuk merebahkan diri di kasur saja susah. Hasilnya mereka tidak pernah benar2 menghabiskan waktu ber 2 untuk benar2 mengenal satu sama lain. Hanya bisa menghabiskan waktu tiap weekend saja. Itupun mereka masih harus mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk yang belum sempat mereka kerjakan saat weekday. Belum lagi pekerjaan kantor yang di bawa pulang yang harus segera diselesaikan.

Disaat mereka tua, sudah purna tugas, mereka dipaksa untuk benar2 dirumah, benar2 harus bertemu pasangannya setiap saat. Bahkan hampir 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Menghabisan waktu hanya ber 2 tanpa anak2, seperti dulu lagi saat mereka masih pengantin baru sambil mengingat2 apakah dulu orang yang aku nikahi dan aku cintai yang ada di depanku ini punya sifat yang menjengkelkan seperti ini. Atau sifat ini muncul karena sudah berumur?

Harus menerima, bahwa teman satu2nya yang bisa diajak ngobrol hanya pasangan mereka, tidak ada yang lain, tidak ada anak2 yang bisa mereka ajak curhat tentang kejengkelan kepada pasangan sambil berharap sedikit dukungan dan pembenaran atas apa yang mereka keluhkan.

Sebuah pembelajaran buat kami, ternyata pernikahan yang sudah berlangsung lama tidak menjamin kita bisa benar2 mengerti pasangan kita masing2. Harus ada waktu yang rela mereka sisihkan dengan sadar untuk NGOBROL tentang mereka bukan membahas tentang orang lain. Jangan berharap bahwa pengertian akan datang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya sang waktu dan bertambahnya usia pernikahan.

Saat wajah tidak lagi cantik dan ganteng, saat tubuh tidak lagi seksi dan gagah, saat keriput sudah mulai bermunculan, jumlah rambut putih lebih banyak daripada yang hitam, saat badan sudah tidak lagi wangi parfum, tapi berganti bau balsam dan minyak angin, ditambah koyok yang ditempel di sana sini. Karena cantik dan ganteng akan hilang dengan munculnya keriput, seksi dan gagah akan hilang dengan kulit yang mulai mengendur tidak kencang lagi. Saat itulah cinta benar2 diuji.

Seharusnya kita sangat bersyukur tetap ada pasangan disamping kita apapun kondisinya. Ada tempat berbagi dan teman untuk menghabiskan secangkir kopi. Karena kita tidak pernah tahu kapan umur kita berakhir. Kapan Allah akan mencabut nyawa kita atau pasangan kita. Apakah masih banyak waktu untuk dihabiskan berdua menikmati kebersamaan. Karena saat itu semua tidak ada, pasti kita akan sangat merindukannya. Berbuatlah yang terbaik yang kita bisa agar tidak ada penyesalan dibelakang saat nyawa sudah dicabut karena kita belum berbuat yang terbaik untuk mereka.

Saya pernah di kondisi hampir ditinggal oleh suami, dan itu membuat saya selalu mengingatnya di saat ingin membantah dan melawan suami. Mungkin Allah menjadikan peristiwa itu sebagai pengingat saya untuk menghargai usia kami yang tersisa. Benar2 hanya Allah yang tahu kapan kita bisa berbahagia selalu didampingi pasangan. Tengoklah tetangga yang sudah ditinggal suami dan harus membesarkan 3 anak sekaligus, ditambah anaknya ada yang kondisinya spesial. Terkadang saya membayangkan jika itu saya alami, pasti saya tidak sanggup menjalaninya.

Semoga Allah mewafatkan saya dan suami bersama2 saat umroh dan saat ulang tahun pernikahan kami yang ke 100. Aamiin…